Kamis, 09 Juni 2011

Filosofi Senja


G
inger Ratansyah adalah namanya, atau lebih dikenal “Gege” sahabat yang selama sembilan tahun ini selalu menemani aku. Sosok yang kuat, berani, ramah, dan apa adanya, terbuka, suka hal-hal yang aku fikir hobi dari anak cowok. Kadang beberapa orang berfikir bahwa dia terlalu jujur untuk berkata- kata tentang orang lain. Tapi, itu yang aku sukai dari  dirinya yang jujur, telalu jujur malah.

Oh.. iya aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Gueenita Al Malika, atau lebih akrab dipangil Gueen. Kembali ke persahabatan kami ,aku mengenal dia saat aku pindah dari jakarta, karena ayahku dimutasi ke surabaya dan kami sekeluarga harus pindah. Takdir tuhan, aku pindah di rumah yang bersebelahan dengan jumah Gege. Saat itu aku berumur tujuh tahun. Gadis kecil yang pendiam, pemalu, dan penakut. Mungkin sampai sekarang sifat itu masih bersarang dalam tubuhku. Tak ada keberanian untuk sekedar bertegur sapa pada gadis seumuran dengan aku. Dialah yang pertama kali menyapa dan mengajak aku bermain. Aneh! Biasanya aku merasa tidak nyaman atau takut pada seseorang yang tidak aku kenal. Tapi, aku malah merasa nyaman dengan Gege yang pada saat itu juga menganggap aku sebagai sahabatnya. Keajaiban dunia, seorang gadis kecil yang pemalu, penakut, cengeng bisa bersahabat dengan seoang gadis yang aku pikir dia adalah anak laki-laki, seorang anak perempuan yang berani ,kuat , yang aku rasa dapat melindungi aku yang lemah.

Semua hal kita lakukan bersama, dimana ada aku pasti ada Gege, dan sebaliknya. Kita selalu satu sekolah dan satu bangku malah, dari SD sampai SMA ini. Aku nggak tau apa Tuhan memang mentakdirkan untuk kita selalu bersama. Tak cukup bersama saat sekolah, kami juga punya tempat dimana kita berbagi cerita walau kita selalu berbagi bercerita. Namun, kita tidak pernah kehabisan cerita untuk kita bagi. Bukit di belakang sekolah adalah rumah ke empat bagi kami. Pastinya setelah rumah masing- masing, sekolah, rumah sahabat dan bukit ini. Bukit senja begitu kamu biasa menyebutnya. Tempat paling pas bagi kami untuk melihat kota kami dari atas dengan semburat jingganya yang indah.


M

Sore itu di bukit senja.
“gueennn...” teriak gege yang berlari menghampiriku
“ sini cepetan !lama banget sih ... udah lumutan ne nunggu.”sebalku
“iyah sorry, tadi ada junior yang minta privat basket. Lumayan anaknya cakep” gege menjelaskan cengengesan.
“huuu dasar, tapi bole juga .kenalin yah ??,” mengharap
Itu bukanlah gege yang aku kenal jujur aku pernah menganggap dia suka sesama, bagaimana tidak dia bisa bersikap lempeng, cuek d depan Raka. Cowok paling cakep antara sekolah- sekolah lain, kapten basket, ketua OSIS pula tak heran berentengan jabatan dia sandang. Bukan hanya bermodalkan tampang tapi, dia juga anak yang smart .makin lengkap tu alesan anak sekolah kita atau sekolah lain yang ,mengidolakan Raka.salah satunya aku ,yah walaupun aku bersahabat dengan cewek yang bisa bersikap cuek pada raka. Tapi, aku masih normal jadi aku menganggap Raka cowok yang emang perfect.

Semburat jingga kini menyelimuti kami. Terlihat wajah kalem gege yang menenangkan. Sangat jarang bisa melihat wajahnya. Aku bungung kenapa orang seanggun gege mampu menjadi cewek preman di sekolah, sedikit menggelitik tapi itulah kenyataannya.

“gueen??” gege tiba-tiba
“apa ge???” sambil menatap raut wajahnya yang tiba-tiba serius. Tak biasanya
“jingga itu indah ya??”
“memang makanya itu aku lebih suka meng...” kataku menggantung karena terpotong kalimat gege yang mungkin biasa tapi kali ini terasa begitu dalam.
“tapi, Cuma sebentar tuhan nggak ngijinin sesuatu yang indah untuk bertahan lebih lama ya???KENAPA?!” dengan penekanan yang miris.
“kamu kenpa sih?? Tiba-tiba kok kayak gini. Puitis mode on nih??” mencoba medinginkan suasana dengan sedikit gurauan yang aku pikir juga sedikit garing.
“ah ngak apa- apa. Aku pamit duluan yah? Bunda nyuruh aku pulang lebih awal” sambil beranjak
Kulihat disana ada sebutir mutiara yang yang mengelinding dari pelupuk matanya. Sungguh tak biasa Gege besikap seperti ini. Beribu pertanyaaan bergumam dipikiranku. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang saja, karena aku fikir apa enaknya berada di sini sendiri, toh Gege juga sudah pulang.

Sesampainya aku dirumah pikiran tidak tenang karena sikap Gege yang aneh tadi. Aku sudah bersahabat dengan dia sudah hampir satu dasawarsa, tapi aku tak pernah melihat sikapnya yang seperti itu. Sempat berfikir kalau ada sesuatau yang dia sembunyikan dari aku. Tak mau berfikiran buruk karena aku yakin jika ada seuatu yang tak baik pasti Gege akan menceritakan itu padaku tapi??? .
“ah hujan!” kataku kesal
GUBRRAK!! Suara keras tiba-tiba terdengar, bukan dari gemuruh halilintar karena hujan tapi suara itu muncul seperti bantingan pintu. Sepertinya ada seseorang meng kesal sepertiku. Karena penasaran darimana suara itu berasal aku memuliskan untuk melihat apa yang terjadi. Tak ada seorangpun di jalan, sepi mungkin orang- orang enggan keluar rumah saat hujan seperti ini. Tapi aku melihat seorang gadis duduk sendiri menikmati guyuran hujan, aku tak dapat melihatnya dengan jelas karena hujannya terlalu deras, tapi aku mengenal setelan baju yang dia kenakan.
            “Gege???” menebak siapa kah gadis itu apakah sahabatku.
“apa bener yah??? Ngapain tuh anak ??”bertanya tanya.

Akhirnya aku memutuskan untuk memastikanya. Dengan setelan jas hujan berwarna kuning dan payung transparan aku mengahampirinya. Ternyata benar gadis itu adalah Gege, dengan mata terlutup dan wajah yang mendongak ke atas, terlihat Gege yang sedang menikmati bulir-bulir hujan yang jatuh ke wajahnya. Kujulurkan tanganku berniat untuk berbagi payungku denganya. Menyadari dia tak lagi merasakan rintik-rintik hujan, diapun membuka matanya sedikit kaget tiba-tiba memelukku erat.
            Dan “Terima kasih??” lirih terdengar kata itu dari bibir Gege yang menggigil karena hujan malam itu memang dingin.
“untuk apa??” balasku.
“untuk segalanya” lirih
 berhujan-hujanan bersama seperti ini memang bukan hal yang aneh. Kita sering berada di suasana seperti ini. Tapi dihujan ini aku merasakan sesuatu yang berbeda. Suasana terasa begitu biru. Ada yang tidak benar dengan situasi yang seperti ini. Sahabatku berubah.

M

“KRRRIIINGGGG”
Berberakhirnya sekolah terdengar, seluruh siswapun bergesar merapikan buku-buku mereka. Biasanya Gegelah yang sangat antusias merapikan bukunya dan segera belari ke bangkuku untuk menarik dan mengajakku bergegas untuk pergi ke bukit senja. Tapi hari itu dia pergi tanpa aku. Yah dia memang tadi sangat giat merapikan bukunya, ataukah dia terburu-buru. Tak tahu alasan mengapa dia seperti itu tapi kali ini dia pergi tanpa aku.
            “Guenn, duluan yah?? Kok nggak bareng Gege??” tanya kawan sekelasku 
“emmmm ... nggak tau mungkin dia buru-buru banget, jadi yaa” kubiarkan kataku tak selesai karna aku pikir pasti dia faham
“yaudah deh aku duluan ,bye??” pamitnya
“sipp.. ati-ati ,bye” balasku tak bersemangat
Masih bertanya-tanya kenapa Gege pulang tanpa aku, aku memutuskan untuk pergi ke bukit senja, dengan harapan Gege berada disana. Pasti mungkin , karena tempat itulah yang pasti dia kunjungi setiap pulang sekolah.                                                                                                                                                         
To be Continued …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar