Selasa, 31 Desember 2013

Memori Hujan [Saat duduk di sebelahnya]


”coba ingat sederhananya bahagia, saat bermain hujan" kataku lirih
“ini terlalu malam untuk bermain hujan”
Sambutku bungkam tak ada lagi sosok yang riang mengajakku berlarian tanpa banyak bicara, bermain hujan. Ingatkah kau sebelum saat ini kau suka hujan, "tidak!" Kau mencintainya bermain berlari bersama dengan alunan derak rintik. kau tak kenal payung yang sekiranya akan menahan hujan sampai ke porimu. sampai ketika kau melepaskankan riang mu pada semua hal yang kau sebut "realistis"
kau bersembunyi dari derasanya, kau menutup telingamu dari suara perciknya. kau rangkap ragamu hanya untuk membiarkan sejuknya hujan tak menyentuh tubuhmu. kau mulai membenci hujan, kerap kali kau salahkan hujan, kau menghindari akan keberadaan hujan hanya karena alasan yang semua orang alami tapi kau terlalu menganggap sempit sebuah kedewasaan.
"kita cukup dewasa untuk berhenti bermain hujan" katamu.
"lalu kenapa??!!" tolakku.
kau sering mengatakan aku konyol saat bermain hujan. "hey!! siapa yang mengenalkanku dengan hujan, tentang semua kesenangan bermain dibawahnya?"
kusadar kedewasaan menggeretmu keluar dari kesenangan bersamaku. aku bahagia dengan kedewasaanmu, tapi aku merindukan sosokmu jauh sebelum ini. aku merindukan kanak-kanakmu yang akan berteriak gembira saat kau lihat langit penuh dengan rapatan air hujan, aku merindukan kanak-kanakmu yang menarikku mentah-mentah ketengah hujan tanpa berfikir panjang, kesenanganmu begitu sederhana saat itu.
dan kini aku membenci kesenanganmu yang baru, sama sederhananya seperti dulu hanya saja kini kau senang saat rapatan titik air yang ada di langit berkurang dan sampai akhirnya datang sinar langit kontras, cerah
Hingga kini, kau masih tetap membenci aku masih setia menanti hujan datang untuk sekadar mencari sederhananya kebahagianmu yang mungkin tertinggal disetiap celah hujan. Tetap menunggumu sadar kembali walau hanya sebatas keyakinan yang mungkin tak sama dengan kau yang kemarin. "ku tunggu kau berbagi hujan denganku"

Saat duduk di sebelahnya

entah kecintaanku pada hujan, atau memang seiring tetesannya hujan memberika ledakan kecil inspirasi untuk menulis. apakah itu hujan maupun hanya gerimis keduanya aku suka.  lets get started*


     *Sepeninggal hujan deras sore itu, tanah basah masih basah memecah suasana dengan aromanya.  rintik gerimis  sisa hujan.  Lantunan air jatuh menimpa logam, Gumaman semesta bertalu.
Tak sekali kita bertemu, tapi tetap dalam ruang yang sama tanpa sapaan. Tak sekali kita saling menatap tapi tak sekalipun berusaha bertegur sapa. Kita duduk dalam diam tak ada berbalas kata. Kita duduk sejajar dalam diam, sambil berbalas kata dengan yang jauh disana. Saat sepi aku membencinya, saat -sendiri aku memakinya. Berjuta Tanya porak-poranda dalam pikiran, kenapa ada senyap saat riuh lebih menyenangkan. Kenapa ada diam saat berisik terasa lebih dinamis.
Kabut tipispun turun perlahan, dinginpun menyergap. Kita masih dalam posisi yang sama, Terperangkap diimajinasi masing-masing. Dingin ini terasa berbeda terasa lebih menusuk saat kau disampingku. Berusaha menghangatkan diri, sesekali ku rapatkan telapak tanganku. kau hanya menatapku dari sudut mata lelahmu seakan mencari tau gerikku.
Pikiranku berkecamuk, kata-kata acak dalam otak rasanya penuh dan seakan-akan ingin meledak untuk diucapkan. Tapi sama saja selalu kelu untuk kuucapkan, Senyap. Sampai akhirnya …  
“aku benci sepi selalau membuatku merasa sendiri, sekalipun riuh semua hanya omong kosong saat kita terjebak dalam dunia abu-abu tanpa dialog”
Sebuah kalimat berat yang bercampur kata-kata konotasi, awalnya susah kumenengerti memecah sore sepi itu. Mataku sepertinya punya otak sendiri ,tanpa banyak pikir kucoba menangkap pancaran mata yang berbeda darinya.
percikan langitpun turun menimpa kami, tak beranjak.

--to be continue--