Rabu, 01 Mei 2013

corat-coret


“tak perlu mata untuk mencintai, tak perlu telinga  untuk mencintai
yang kau butuhkan hanya hati untuk mencintai. karena cinta bukan hanya untuk dilihat, didengarkan tetapi untuk dirasakan.”

Itulah aku yang mencintai tanpa mata menantang hayal hanya dengan berbekal rasa dan percaya. Pertemuan disebuah dunia yang aku aku sadari benar hanyalah dunia buatan yang didalamnya ketulusan hanya sebuah minoritas. At first aku masih terjaga aku masih ingat jalan pulang, aku masih ingat mana batasan maya dan nyata. Terjun dengan sandiwara mungkin saat itu iya. Caraku bertutur kata, caraku besikap seluruhnya layaknya aku sedang mencinta. Sampai akhirnya aku benar benar tersandung dan terjatuh dalam arus yang sejujurnya tak jelas dimana berujungnya. Aliran yang panjang dan deras sampai titik aku pikir tak ada gunanya untuk menentang, berusaha untuk keluar, ataupun menepi tak ada pegangan untuk mengeluarkanku dari arus itu. Aku hanyut berusaha menikmati perjalanan yang tak tau kapan akan berakhir. Tak ada sebuah kenyamanan dari arus yang tak bersahabat sampai semua berubah karena terbiasa.
  
Menikmati apa yang salah tak akan selamanya itu benar, sampai terasa raga yang melemas karena terhantam perikil ataupun sampah aliran itu sekali-sekali. Tak tega dengan raga yang semakin hancur terkikis. Sampai muncul keinginan untuk keluar kembali. Tetap dengan cara yang sama, tetap tak ada tangan untuk mengangkat. dan saat tersisa sedikiT kekuatan yang tersimpan diraga, menyerah adalah pilihan terakhirku saat itu. Sampai akhirnya sehelai akar panjang terjulur dalam diri kupaksakan untuk kuraih dah menepi. Saat itulah aku yakin aku tak benar-benar sendiri selalu ada Tuhan yang akan membatu. Menepi kukeringkan semua sisa aliran yang melekat kusembuhkan lukaku dengan cara yang natural. Aku sembuh sendiri tanpamu aku melangkah tanpa menoleh semua karnaku dan Tuhanku yang selalu ada. Walaupun masih ada bekas luka itu tak akan membuatku kembali menoleh, melangkah, ataupun terperosok ke aliran yang sama. Itu hanya akan menjadi peringatan, garis tebal dalam pikiran untuk tak sebodoh itu  lagi.

tak akan sebodoh itu untuk mencintai orang yang salah. Apakah mencintaimu itu berarti aku bodoh? Jawabku IYA. Dan aku takkan selamanya membiarkan kebodohan tertancap diotak aku telah belajar banyak dari sebuah kesalahan yang dibuat oleh si bodoh. Bisa saja kini aku lebih pintar untuk memilih mana yang tepat, mana yang tidak. Mana yang benar dan mana yang salah.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar