Sabtu, 25 Januari 2014

sayatan pagi hari

tak selamanya apa yang kalian tangkap dari sebuah tawa adalah ketulusan. tak banyak dari mereka menebar tawa hanya untuk berpura-pura. satu dari mereka panggil saja Nona dia berusaha untuk menutupi apa yang dia rasakan dengan tawa, manis. ibarat pemain sandiwara ternama dia mampu membawkan peran dengan baik dengan melupakan luka yang sebenarnya menacap kuat di hatinya. dia mencoba untuk tak berkerumun pada suatu kelompok dalam waktu yang lama karna dia takut lambat-laun mereka akan menyadari perannya. dia lebih memilih untuk meninggalkan citra manis yang melekat hanya untuk sesaat. dia banyak teman, banyak orang nyaman dengannya hanya saja dia memilih menarik diri. tak sepenuhnya apa yang dia ceritakan adalah utuh apa yang ia rasakan, dia banyak berbicara hanya untuk mengkamuflas apa yang ia sembunyikan. tak ada sejatinya tempat untuk berbagi luka itu atau untuk melatakkan sakitnya sementara. hanya sendiri hanya sepi hanya gelap yang membuatnya lebih baik, tak seorangpun bahkan orang yang tmereka rasa tau segalanya. karna nyatanya mereka hanya menuntut kesempurnaan dimanapun, tanpa memberikan celah untuk Nona mengeluh atau hanya untuk sekadar menghela nafas. lantunan isaknya hanya untuk dia tak ada hati yang singgah hanya untuk singgah mendengarkan dan mencoba untuk meredakan badai hebat dalam hatinya. tanpa memakinya Nona memutuskan untuk terus berjalan walau nyatanya salah satu langkahnya tergeret dan memaksanya jatuh beberapa kali, tetap tak ada yang membantunya berdiri. rasanya bukan lagi kerikil yang menghentikan langkahnya kini rasanya pecahan kaca yang menancap dan memberikan luka lebih dalam dan sayatan lebih lebar dari yang Nona rasakan. kalau saja bisa berharap dia hanya ingin satu hal yang mampu membius mati rasa hati yang kian detiknya makin meremas dadanya sesak. Tuhan jika dihadapkan pada suatu pilihan Nona hanya tetap menginginkan apa yang Nona miliki saat ini tanpa merubah susunan partikel yang ada, hanya saja Nona harap merka lebih mengerti tak banyak menuntuk saat dunia memaksa sebuah kesempurnaan termasuk mereka. cobalah lebih mengerti biarkan sejenak badai itu reda dan akhirnya membiarkan pelangi walau nyatanya hanya sedetik tapi itu lebih dari cukup *menghela nafas*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar