*based by true story
Segala sesuatu tentang hidupku adalah garis kehidupan yang
telah diatur oleh Tuhan, aku tidak pernah tau apa rencana Tuhan selanjutnya
setelah orang yang aku cintai pergi meninggalkanku untuk selamanya. kenalin aku Icha.
September mungkin bulan yang paling menyesaakan dalan hidup
aku. Dimulai dari penghianatan sahabat dan diakhiri dengan terbongkarnya cerita
hina antara Tyo cowok yang sukses bikin aku jatuh, dan sayaang. Sampai akhirnya
3 bulan lalu kita resmi terikat cinta semu “pacaran”. Entah apakah aku harus berterima kasih pada Tuhan
karma udah merobek mata hatiku biar aku bias ngeliat semua hal yang salah.
Ataukah aku harus mencaci Tuhan karena tega membuat narasi pahit dalam hidupku.
Jujur aku merasa ada hal yang menancap kuat dalam hati dan perlahan menciptakan
torehan luka dalam, menyesakkan. Tapi aku percaya pada Tuhanku dibalik semua
ini Tuhan punya rencana yang luar biasa indahnya untukku.
Tak butuh waktu lama aku terpuruk dalam keadaan yang tak
sepantasnya. Titik hitam kepedihan dalam hati seketika menghilang saat dia
muncul. Gamma, teman masa lalu yang berhasil menyelinap saat aku luka. Tuturnya
memguatkan ibarat memercikkan energi yang tak bias dijelaskan dengan logika,
dan itu yang membuatku berfikir bulan September kemarin bukanlah akhir. Tapi,
bulan itulah yang membasuh jiwa kanak-kanakku dan membuatnya menjadi sosok
dewasa dan kuat. Bukan bunga, bukan boneka, bukan coklat, perhiasan atau materi
dalam bentuk apapun, bukan pula hal romantis yang dilakukannya untuk membuatku
nyaman. Tapi satu hal yang membuatku bangkit untuk mencinta adalah “hal hal
sederhana yang dia lakukan untukku, hal yang takkan terfikir untuk dilakukan
seseorang yang kasmaran. Dan hal sederhana itu membuatku merasa lebih special”.
Gamma bukanlah sosok yang romantis, tapi dia peduli dan itulah yang membuat aku
beruntung memilikkinya. Tak prosesi mengatakan cinta di hubungan kita, bukan
berarti kita tidak resmi. Gamma selalu bilang
“orang yag ngungkapin
perasaan dan diterima itu ibarat batas awal rasa sayang mereka. aku nggak mau
kita punya batas itu. Yang aku tau rasa sayang ini tercipta saat Tuhan
meniupkan ruh di hati kita, hanya saja waktu itu kita belum paham siapa yang
dimaksud Tuhan”
Awalnya aku ngerasa nggak nyaman dengan prinsipnya karna,
nggak adanya kepastian status hubungan kita. Tapi seiring berjalannya waktu
kita semakin larut dalam kebersamaan dan itulah yang membuatku yakin, kita
lebih dari yang mereka pikirkan. Tak ada tittle atau judul pasangan macam apa
kita ini tapi aku selalu berfikir biarlah semua berjalan seperti ini.
Lima bulan berlalu segala sesutunya semakin
indah, nggak munafik kadang sering ada konflik kecil yang mincul dari ego kita.
Tapi semuanya ibarat kerikil kecil yang tak berarti karena super ego kita yang
ternyata lebih menginginkan cinta daripada pertengkaran. Sampai ketika puncak
ego yang nggak bias dinetralin pake penawar apapun. Saat hati dikuasai oleh
emosi, sikap gamma lebih keras daripada sosok yang aku kenal sebelumnya. Tak
ada gamma yang mengalah, membuat semuanya hangat lagi. Kata demi kata yang dia
ucapkan dingin dan menyudutkan “entahlah aku lelah aku pingin beristirahat!”
BREAK! Itulah yang aku fahami saat itu mungkin kita butuh
waktu yang menenangkan segalanya. Tanpa banyak piker aku meng-iya-kan katanya
“deal! Take your time … as long as you need”
Sehari aku masih dirundung emosi, dua hari aku mulai tau apa
masalah kita dan merasa segalanya netral dan aku mulai cemas karna tak satupun
texting di HP ku dari dia. Tak ada kabar, aku rindu, aku kawatir, aku kecewa
karena sebegitunya dia tega bener bener ninggalin aku. Tiga hari aku memutuskan
mendatanginya untuk menyelesaikan segalanya. Tapi ….
Aku salah salah besar bukan itu mau dia Gamma tak benar
benar inginkan break hubungan kita, istirahat yang dia maksud adalah tidur
panjangnya. Panjang, sangat panjang tak berbatas. Dia pergi dia meninggalkanku
jauh jauh. Aku hancur Tuhan aku bodoh tak mengerti apa yang Gamma maksud. Tanpa
alas an yang jelas dia meninggal entah apa yang menghentikan detak jantungnya,
aku menyesal aku menyesal.
Tak percaya tak percaya, entah hanya imajinasi dari sedih,
sakit, penyesalan aku melihatnya ya aku masih berdialog dengannya. Dia selalu
ada disini menemani aku. Dia tetap setia setiap malam memtikkan senar gitarnya
dan menyanyikan barang satu, dua lirik lagu indah untukku. Hanya saja mereka,
mereka tak percaya mereka menganggap aku gila, tapi aku benar benar melihatnya,
aku masih sering mendekapnya, bertukar cerita indah dengan dia.. dia juga
menenangkan malamku yang bergejolak perih. Dia selalu ada saat semua
menyudutkan pemahamanku padahal aku sering terrtawa bersamanya, aku juga
menangis bersama dia. Tapi entahlah apa yang mereka pikirkan sampai sampai
mereka membawaku ketempat yang begitu menyiksa. Tempat dimana aku dipaksa
mengatakkan apa yang aku rasa tapi percuma! Mereka hanya menyalahkan aku.
“woee! Aku nggak gila Gamma ada disini dia setia nemenin aku , buta ya kalian
semua” aku selalu meyakinkkan mereka tapi semakin aku memaksa semakin sakit
caci mereka tentang keadaan jiwaku.
Setahun berlalu entah apa yang mereka lakukan padaku sampai
rasanya otak kosong tak ada isinya, bukan berarti bego. Tapi kaya brain wash.
Setelah lulus serangkaian test yang mereka berikan padaku aku bebas dari tempat
itu. Alas an aku bebas dari Rumah sakit jiwa karena mereka menganggap aku sudah
stabil. Jiwaku susah berjalan selayaknya jiwa manusia yang sadar. Mereka bilang
ini baik tapi tidak bagiku.
Aku sering merasa kesepian karena sosok Gamma tak lagi
muncul menemani aku, dia benar benar hilang meninggalkanku. Bahkan selulet
raganyapun tak dapat aku lihat, walaupun sekilas. Jiwaku membaik tapi hatiku
tidak sesak masih terasa jelas, menyisa. Tapi aku beruntung punya keluarga yang
membangkitkanku, mereka mampu membuatku terbiasa dengan keadaan ini, walaupun
kadang sakit kerap muncul saat ada hal yang teringan tentangnya, tapi aku bisa
tersenyum. Takkan lupa it will remind day by day. Cerita manis di masa laluku,
hidup terus berjalan dan itu untuk mereka yang ada, hidup
Doa
“tuhan aku lebih suka saat aku kehilangan akalku, karna aku
mampu melihat orang yang aku sayangi walau nyatanya hanya imagine aku saja. Aku
benci sekarang saat akal ini berjalan seharusnya, dan aku tak dapat melihatnya”